Sabtu, 26 September 2009

Topeng Semalam

Kita juga punya malam minggu, sayang
Boleh kita habiskan dia yang panjang itu
Hanya berdua, aku dan kamu
Biarkan mereka mengambil nama mereka sendiri
Berbahagia, berkencan, diputuskan, atau bercinta
Terserah mereka,
Sebab ini malam minggu kita
Hanya berdua aku dan kamu
dan mungkin ditemani ssosok kekurangmampuan

Kita akan di kursi peron ini semalaman sayang..
Biarkan kita di sudut miring tatapan mereka, peduli apa
Cakap, tawa-tawa kecil, yang semerdu lagu
Peluk dan cubit-cubit hangat lambang rindu aku dan kamu
Dan seperti itu tiap kita bermalam minggu
Suasana kecil di kursi peron ini
Ketulusan hati aku dan kamu yang kuharap tak kenal kelu
Siapa aku dan kamu, siapa cintaku pun cintamu
Tumbuh begitu mengisi, menguasai stasiun ini yang kotor
Bahkan, ketulusan kita mengalahkan ibu kota yang bengis ini
Dan marilah kita kubur siapa kita siang tadi
Topeng, dan inilah wajah baru kita
Mari, sekali lagi kita berbahagia
Menambatkan mimpi selaju kereta-kereta ini
Sebelum pagi menghukum kita dalam jati diri, kotor, sampah
Atau sebelum petugas merazia kita, malam ini...

Rabu, 23 September 2009

Mimpi

tiba-tiba kamu datang shubuh tadi
masuk lalu kamu, ajakmu
kamu gandeng tanganku, jalan lalu
jauh, aku tak kenal tempat itu

sebenarnya aku hampir bangun tadi

tak biasa, kamu banyak ujar
gandenganmu kadang kamu lepas, untuk
tunjukkan sesuatu, padaku
jalanpun masih menciut di mata
kamu tetap berjalan

entah sekarang jam berapa

kamu sempat sapa pula teman-teman
di tepi jalan, kamu kenal mereka
sambil tanganmu menarik tanganku
ke bahumu, kamu pakai anting
tak sengaja aku menyentuhnya

aku tak mengundangmu, sayang

blus cokelat tanah yang kamu
kenakan, celana panjang hitam
kamu pakai sandal putih
tapi kemana jilbabmu

mungkin telah habis waktu shubuh
saat tiba di sekolah tua
kamu berhenti, ceritamu tertelan
dan kamu tarik bahumu
dari rengkuhanku
langkahmu menjauh, tanpai lambai
ke aku

aku harus masuk pagi-pagi sekali

dan kamu menghilang
bahagiaku tinggal selingkar
dari ceritamu, yang tersiar
keluarga dan temanku tahu kamu
alangkah ini indahku

tapi aku terbangun, pukul delapan
lewat lima menit
semua rusak pagi ini, oleh kedatanganmu
tapi aku yang tak mengharap
salut untuk semua itu
tapi
kamana jilbabmu......

Senin, 14 September 2009

Persepsi Salah & Fakta Seputar Mie Instant

Mitos : Mi instan mengandung lilin. Oleh karena itu, ketika dimasak airnya menguning.
Fakta : SALAH. Mi instan tidak menggunakan lilin. Lilin adalah senyawa inert untuk melindungi makanan agar tidak basah dan cepat membusuk. Lilin sebenarnya ada pada makanan alami, spt apet/kubis. Kubis jika dicuci dengan air tidak langsung basah, atau apel yang jika di gosok akan mengilap. Itulah lilin yang memang diciptakan alam

Mitos : Mi instan menggunakan bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.
Fakta : Dalam proses pembuatannya mi instan menggunakan metode khusus agar lebih awet, namun sama sekali tidak berbahaya. Seperti yang telah dijelaskan di atas, salah satu cara pengawetan mi instan adalah deep frying yang bisa menekan rendah kadar air(sekitar 5%). Metode lain adalah air hot drying (pengeringan dengan udara panas). Inilah yang membuat mi instan bisa awet hingga 6 bulan. asalkan kemasannya terlndung secara sempurna. Kadar air yang sangat minim ini, tidak memungkinkan bakteri pembusuk hidup apalagi berkembang biak. Malah mi instan tidak beraroma tengik serta tidak menggumpal basah. Langkah terakhir untuk memastikan mi instant layak konsumsi adalah perhatikan dengan seksama tanggal kadaluarsanya

Mitos : Metode dua air terpisah adalah cara terbaik memasak mi
Fakta : Justru air rebusan mi pertama yang mengandung kandungan takaroten yang tinggi. Semua vitamin (dari minyak dan bumbu) yang larut dalam air terdapat dalam air rebusan pertama ketika memasak mi. Apabila air rebusan di ganti dengan air matang baru, semua vitaminnya menghilang. Selain itu, minyaklah yang membuat mi (atau makanan lain) lebih enak. Jadi air rebusan pertama tidak perlu dibuang. Dan kandungan betakaroten juga tecoferol dalam minyak sangat berguna memenuhi kebutuhan gizi

Mitos : Penggunaan styrofoam berbahaya bagi kesehatan, apalagi jika styrofoam terkena air panas, seperti ketika memasak mi instan dalam cup.
Fakta : Styrofoam untuk mi instan cup terbukti aman di gunakan, karena telah melewati standar BPOM ( Badan Pengawas Obat dan Makanan. Cup yang dipakai mi instan adalah styrofoam khusus untuk makanan. ia memang bisa menyerap panas, ini terbukti setelah di seduh air panas, tidak terasa panas di tangan ketika dipegang. Tetapi karena proses pressingnya memenuhi standar, tidak menyebabkan molekul styrofoam larut (rontok) bersama mi instan yang di seduh air panas. Jadi, jika selama ini khawatir dengan mi instan menempel pada cupnya ketika di seduh air panas, sematamata disebabkan tingginya kadar minyak dalam mi (sekitar 20%). Desain pun dibuat berbeda yaitu dengan menambahkan gerigi dibagian atas cup, sehingga tak langsung panas di tangan. Selain itu, expandable polysteren yang di gunakan mi instan cp telah melewati penelitan BPOM dan Japan Environment Agency sehingga memenuhi syarat untuk mengemas produk pangan. Berdasar penelitian tsb, kemasan ini aman digunakan.

Mitos : Mi instan kenyal karena bahan bakunya adalah karet.
Fakta : Sama sekali tidak ada bahan karet dalam bahan baku mi insta. Mi instan dibuat dari bahan bahan berkualitas tinggi dan pilihan terbaik seperti tepung terigu yang sudah difotifikasi dengan zat besi, zinc, vitamin B1,B2 dan asam folat. Begitu pula dengan bumbu, yaitu bawang merah, cabe merah, bawang putih, dan rempahrempah. Pembuatannya pun digarap serius. Melewati proses pengeringan yang telah dipaparkan sebelumnya, seperti hot air drying atau deep frying. Karena itulah mi instan kenyal dan tidak mudah putus.

Jadi kesimpulannya : tak ada satupun makanan di dunia ini yang dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh. Kecuali ASI untuk bayi dibawah 6 bulan.
Dalam setiap kemasan mi instan selalu tergambar penyajian. Itulah yang harusnya dilakukan jika ingin makan mi instan dan dapat mendapat asupan gizi, dan juga tambahakan telur, sayur, atau daging, sehingga mi instan bisa memenuhi kebutuhan nutrisi. dan bisa juga untuk sahur lho...

Selasa, 08 September 2009

I'tikaf

Dengan apa hendak kulukis indah, untukmu kawan
Sebab disini tak ada pohon cedar
Di tanah ini tak ada hutan-hutan anggur
Disini tak ada sungai-sungai bening

Bagaimanakah kuungkapkan padamu elok
Karena disini tak ada gadis-gadis pemetik teh
Disinipun tak ada sapi-sapi yang susunya perah
Di tanahku tak ada bunga-bunga dan sayur yang hijau

Kawan, dengan apalagi akan kusampaikan bagus
Bila disini tak ada pesta-pesta yang dansa
Meja-meja tak pernah sajikan keju dan kue-kue
Pun di tempatku tak hadir musik-musik dawai

Namun...

Aku punya cerita-cerita yang mungkin kau suka kawan
Keheningan disini mungkin juga bersihkan sibukmu
Dan, kalanya alunan-alunan qori, bisa mengingatkanmu

Pula, aku punya banyak tanya untuk kau tanyakan padamu
Kesediaan pula, waktu untukmu terbiasa bersujud
Dan yang pasti,
Aku punya do'a, untuk bekalmu pulang
Insya Allah

Senin, 07 September 2009

Sesaat Lagi

Semua harus berangkat sesaat lagi
Berjalan atau berlari
Tanpa ada datang ayam yang kokok
Tanpa matahari pecah hari
Sesaat lagi

Yang dibawapun tanpa rencana
Biar ada cinta yang tertunda
Hiruk dan harta tak akan punya lagi nama
Lekat, mungkin hanya baju yang lekat
Dan tanpa terkedip lagi mata, semua harus berangkat

Mungkin akan panjang rindu, dan kemungkinanpun tanya
Tapi inilah, selama malam masih hitam
Dan debu-debu belum mengaburkan niat
Semua harus berangkat, sesaat lagi
Tak usah mandi, atau wangi kesturi

Lewati pintu ini, lalu putihkan warna-warni kemarin
Laga pasti akan berbeda, dan tak manis lagi cinta
Semua harus berangkat, sesaat lagi
Tanpa ada yang datang ayam dan matahari
Semua harus berangkat, berjalan entah berlari

Sesaat lagi..

Di Kampung Bumi Ini, Kini

Berloncatan
Terbang melintas seperti spektrum-spektrum bom atom
Hingga tinggal ketiadaan disini di kampung bumi ini
Sepikah..?
Tidak kawan, disini tetap riuh, makin gaduh
Sebab di kesendirian ini, semakin tak ada akal
Langkah dan desah bertaburan sembarang
Di lembah-lembah, di lapang-lapang di pedestrian, atau
Dimana saja

Dengan tanpa keindahan dan suatu usaha pencapaian
Disini semakin terserak ruak
Di mandi hari berlari, di tidur tak mampu siapa membujur
Tanah semaikin becek, dan pohon-pohon mengepul hitam
Lalu tak ada yang semakin baik
Senyum-senyum selalu dishadaqahkan
Pada angin, pada air, pada batu, pada pohon, binatang, dan
Pada iblis
Kebodohan yang ranum

Dan saat semua tak lagi tampak
Hanya raga ini mendiami luasan siapa
Tanpa kenamaan, tanpa ketertindasan
Sebab tak ada yang datang lagi kesini kawan
Berloncatan, semua pergi seperti spektrum-spektrum bom atom

Matalah yang kian jalang
Rakus dan membuaslah ego
Telanjang kaki memburu segala sesuatu
Menembus alam baru, menerjang lawan garang lawan diri sendiri
Menang, berhasilkah..?
Tidak kawan, sekaratlah kini siapa diri
Baju camping membalut lusuh di tidur bertikar bebas
Ego saja tidak mampu bertahan menahan beban
Raga, yang semakin rapuh meski
Lelap dan seperti tak ada suara di kegaduhan ini
Dan kini,
Saat banyak yang semakin tak sadar
Banyak semakin menghilangkan kesadaran
Dan banyak semakin yang tak aka sadar
Suatu bentuk ketertinggalan menjadi korban
"Dia" yang sedikit tersisa, tidak ikut beranjak lari
Yang tertanam disini, jauh di hati kampung bumi ini
Mengerang, meregang tanpa bersuara
Dan sepertinya ia akan segera membuka pintu di ujung itu
Untuk ia berlari dari tempat ini
Menguraikan kebosanan dan ketidakmampuannya
Untuk menjaga bumi ini waras, berikutnya
Dan akan seperti apakah ini..?
Akan selelap apa kegaduhan dan kesesatan ini..?
Tanyalah pada kawanmu, egomu
Siapakah kamu..?
dan tidur atau terjagakah kamu..?

Jumat, 04 September 2009

Himne Kotor

Hari ini, lagu tampak bertemu temponya
Di pelataran sekolah, di perempatan jalan, atau
Di warung kopi, pun di kantor-kantor, bahkan,
Di masjid-masjid serta di ayunan orok-orok
Semua berjuang menyanyikan himne yang sama
Apa yang tak diperebutkan ?

Wanita telah biasa menjadi memar di muka-muka
Sehelai kertas bisa saling antar ke penjara
Santri-santripun bisa melepas siapa ikhlas, atau
Boneka telah menggubah tangis-tangis kasar
Apa yang tak diperebutkan ?

Tekad telah hilang sudutnya
Masa ini, hari ini, apa yang tak diperebutkan ?
Tak ada peduli dimana terbangnya yakin
Dari senyum, tawa, marah, teriak, atau tangis
Semua citra, gambarkan usaha dari semua orang
Untuk seberapa dalam mereka nyanyi
Seberapa tulus mereka berebut
Itulah, seberapa modis mereka ikuti jaman ini

Baju-baju boleh siklus
Musikpun silakan bernada modern atau retro
Tapi hebat ini mungkin takkan beranjak
Sebab yang sedang ngrumpi di pasar, nongkrong di warung
Yang belajar di sekolah, ngaji di langgar, atau
Ynag ngobrol di kantor, berbohong di pengadilan,
Semua menjaga ini
Pelihara dan merasa begitu memiliki
Tak mungkin tak berebut

Hari ini, atau sampai kapan lagi
Mungkin sampai usia tak kuasa lagi cermati
Himne ini,
Koor banyak nada, saling simpang saling siur
Tetap bergaung bahasa
Dan semua akan tetap saling berebut

Yang A dipertentangkan, yang Z disitegangkan
Tujuan muliapun, rata dengan tanah
Bahkan dosa tak ada yang aman
Semua ikut diperebutkan

Pak Ogah tak pernah menyerah, bang haji punya klaim
Kepala sekolah tak mau kalah, bi Iyem tak mungkin idem
Begitu juga mahasiswa punya haknya, preman punya kuasa
Asongan tak mau dihina, kaki lima tak ingin lapak dibongkar
Semua berjuang, semua nyanyi, semua berebut
Si orok enggan kehilangan teteknya, apalagi bapaknya
Tikus tak mungkin rela menyerahkan diri ke kucing
Dan orang-orang di atas sana tak mungkin mau
Kehilangan lahan makannya
Ya, semua berebut lagi

Perang barangkali
Nyawa, harta, harga diri, agama, moral, atau keperawanan
Tak peduli, selama tetap semua bisa bersaksi
Semua turut himnekan hari ini, turut juang
Turut berebut....!!!

Garpu

Lalu kenapa garpu yang kau tunjukkan padaku
Bila semua bertanya padamu, siapa yang mengukir jasad ini
Yang terpotong lehernya, matanya lepas, tanpa kaki kiri, yang
Teronggok dengan biasa, di satu gang di Jakarta
Di depanmu itu, hari ini

Lalu kenapa garpu yang kau tunjukkan padaku
Sedangkan aku baru datang dari kampung, pagi ini
Dan aku baru mendengar tentang pembunuhan di depanmu,
Sekitar dua jam yang lalu dari tukang bubur ayam
Aku belum sarapan lalu kesini

Lalu kenapa garpu yang kau tunjukkan padaku
Dan kamu menangis di pundakku, tanpa berkata-kata lagi
Aku hanya bisa mendengarnya tanpa tahu harus apa aku ini
Air matamu, melinang membasahi bajuku, isak lagi
Kamupun masih memegang garpu itu

Lalu kenapa garpu yang kau tunjukkan padaku
ketika ini, aparat membentangkan batas garis-garis kuning hitam mengeliling
Mengitari rumah kontrakanmu yang telat kamu membayarnya ini
Melarang orang-orang berdesakan, dan seperti biasa
mereka mengolah mayat itu

Lalu kenapa garpu yang kau tunjukkan padaku,
Dan polisi menjabat tanganmu yang memegang garpu itu
Menandai wajahmu yang kososng, dengan banyak dugaan
Bahkan mereka akan menangkapmu, bila mungkin
Sebab kamu terus terisak, menangis

Lalu kenapa garpu yang kau tunjukkan padaku
Saat lelaki malang itu telah digotong ambulans ke RSCM
Menyisakan wajah-wajah penuh selidik para polisi
Serta desas-desus para, urban yang sok peduli
Menguasai dan menjajah kemerdekaanmu

Lalu kenapa garpu yang kau tunjukkan padaku
Tatkala aku merangkul pundakmu, mengajakmu ke rumah Tomo
Teman kita dari kampung yang ngontrak di RT sebelah
Untuk sedikit membuatmu tenang dan bisa bicara
Dan tentu untuk aku dan kamu sarapan

Lalu kenapa garpu yang kau tunjukkan padaku
Sebilah sesalkah yang akan kau katakan padaku darinya
Atau apakah, sebab aku, kamu dan Tomo tak kenal mayat itu
Dan kamu tak cukup takut untuk melihat mayat lalu menangis
Tapi siapa semua ini terhadapmu

Lalu kenapa garpu yang aku tunjukkan padaku
Saat Tomo datang membawa nasi uduk, untuk kita bertiga
Dan kita lalu lahap memakannya, hingga kau lepaskan garpumu
Lalu tanganmu merogoh saku celanamu....sebuah biji mata....
Dan kamu tersenyum padaku......

Kamis, 03 September 2009

Mati Muda

aku kadang rindu dengan pagi
kadang ingin selalu bersamanya,
memeluk hangat mentari rendahnya,
dan merasakan betapa dia berarti buat aku..

tapi kadang aku juga rindu kepada sore
yang kelopak matanya sayu
mengalunkan kelembutan dari hati-hati yang pulang
menyusun tikar dipan untuk malam yang panjang

siapa yang benarkah
yang layak menjadi rerinduku...
bayangan yang memanjang ke barat atau ke timurkah
langkah yang pulang atau berangkat ke suraukah
wajah yang bernama niat atau syukurkah
tekad yang bara atau padamkah

atau....
harus labuh di siang yang mematahkan siklus
padam sebelum sumbu terbakar
dan membenamkan harapan di teras-teras teduh semu....
sayang sekali, tapi kita belum tahu bukan?
untuk siapa rindu...